Langsung ke konten utama

JENDELA: THE POWER OF PEMBIASAAN VS THE POWER OF KEPEPET

Kesempatan yang sempit

 

Saat masih memikirkan The Power of Pembiasaan, saya teringat kebiasaan saya (anda juga?) untuk mengerjakan kewajiban/tugas di menit atau bahkan di detik-detik terakhir. Biasanya di saat genting seperti itu muncul berbagai kreativitas dan kemampuan yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Ini adalah The Power of Kepepet!

Dalam ungkapan yang agak berbeda, dulu, dikatakan SKS, Sistem Kebut Semalaman. Pokoknya makalah atau ujian bisa diselesaikan pada malam terakhir. Besok pagi sudah siap untuk difotokopi, dijilid lalu diserahkan ke Dosen.

Harus saya akui bahwa keduanya, Pembiasaan dan Kepepet, memang punya kekuatan masing-masing.  

Dari sisi prosesnya, Pembiasaan membutuhkan waktu lebih lama. Butuh juga lebih banyak ketekunan, kesabaran dan konsistensi. Kepepet seringkali menimbulkan kekuatan dan inspirasi yang luar biasa. Ketika kepepet, orang bahkan bisa berfikir secara “out of the box”, berfikir kreatif di luar kebiasaan.

Namun dari sisi hasilnya, Pembiasaan bisa diharapkan memberikan hasil yang lebih mapan, lebih langgeng dan lebih sempurna daripada Kepepet.

Pembiasaan melahirkan keterampilan yang tidak dimiliki oleh orang yang mengandalkan kondisi kepepet. Pembiasaan ini sangat berguna dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan yang seringkali hakekatnya sama (sejarah berulang!). 

Orang yang terbiasa hidup bersih, misalnya, akan mempraktekkan kebiasaan itu di mana pun dia berada. Salah satu contoh yang baru-baru ini viral adalah para penonton sepak bola dari negeri Sakura, Jepang, pada saat perhelatan Piala Dunia di Qatar. Mereka dikabarkan selalu menjaga kebersihan stadion tempat mereka menonton pertandingan speak bola meskipun tim yang bermain bukan timnas mereka.

 

Ojo Disaing-saingke!

Kepepet atau Pembiasaan?

Bagi saya pribadi sekarang ini saya lebih cenderung untuk mempraktekkan Pembiasaan karena menunggu waktu Kepepet menimbulkan kecemasan luar biasa yang sekarang ini tidak bisa saya tanggulangi lagi.

Sebenarnya tidak terlalu pas bila harus dipilih salah satunya saja. Memberikan nilai pada masing-masing juga akan sangat subjektif. Bisa jadi pada suatu saat kita mendewakan kondisi kepepet dan mengatakan bahwa itulah satu-satunya cara terbaik dalam menyelesaikan berbagai tugas dan kewajiban kita. 

Namun dalam kehidupan, tidak selalu kita bisa mengandalkan kemampuan kita pada masa kritis. Bisa jadi lebih baik semua tugas dan kewajiban kita diselesaikan sebelum jatuh tenggatnya.

Makanya, sebenarnya jauh lebih baik bila keduanya bisa digabungkan. Mengapa tidak?

 


Kombinasi Maut

Menjadikan situasi kepepet sebagai bahan pembiasaan untuk menimbulkan efek semangat, kekuatan dan kreativitas, sepertinya sukar diwujudkan. Permasalahannya adalah: tidak setiap waktu kita kepepet. Maka kondisi “seperti kepepet” ini mesti ditimbulkan.

Contoh yang diberikan coach Jamil Azzaini sangat fantastis![i]. Beliau menunjukkan bahwa kondisi kepepet bisa dihadirkan. Katanya, ketika buku pertamanya (Kubik Leadership) belum selesai dibuat, surat undangan peluncuran buku itu sudah disebarkan! Horor sekali! Tapi itulah yang memaksa beliau memacu semua aktivitas dan kreativitasnya untuk menyelesaikan buku tersebut tepat waktu.

Oleh karenanya, beliau menyarankan kita untuk menghadirkan tantangan-tantangan kecil agar kita merasa tetap harus bergerak. Saran ini beliau sampaikan sebagai intisari pelajaran dari "kisah hiu-hiu kecil" yang dihadirkan pada sekelompok ikan hasil tangkapan nelayan Jepang. Kehadiran hiu-hu kecil itu tidak akan sampai menghabiskan ikan hasil tangkapan, namun bisa memaksa ikan-ikan hasil tangkapan itu terus bergerak sehingga ketika sampai ke darat ikan-ikan itu masih “segar” dan harganya menjadi mahal.

Menurut coach Jamil, hiu-hiu kecil dalam kehidupan kita bisa berupa reward atau punishment yang mampu mendorong kita terus bergerak dan bergairah dalam setiap aktivitas yang kita jalankan.

Menurut pendapat saya, ini adalah gabungan metode Pembiasaan dan metode Kepepet.  Kita membiasakan diri kita menghadapi tantangan seolah kepepet sehingga kemampuan terbaik kita bisa diasah dan ditingkatkan.

Membiasakan diri menulis setiap hari seperti kata Om Jay, bisa jadi tantangan.

Punishmentnya mungkin berupa ancaman susah tidur kalau belum menyelesaikan tulisan.

Rewardnya? Nah, ini bisa ditunggu dengan sepenuh doa dan harap…

(doakan yang terbaik, ya…)

Tto





[i] Silakan baca buku coach Jamil Azzaini: “Menyemai Impian Meraih Sukses Mulia”. Buku yang sangat bagus. Ada banyak inspirasi dan motivasi di dalamnya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

"MAN OF ACTION" IN ACTION!

  Oleh: Toto Mulyoto Resume ke-6 Gelombang: 28 Tanggal: 20 Januari 2023 Tema: Menulis Buku Mayor Dalam Dua Minggu Narasumber: Prof. Richardus Eko Indrajit Moderator: Aam Nurhasanah, S.Pd. "Man of Action" menurut kamus Oxford adalah " someone who prefers to do things rather than think about and discuss them ". Tema KBMN malam ini, Menulis Buku Mayor Dalam Dua Minggu, disampaikan oleh orang yang termasuk kategori "Man of Action". Narasumber ini lebih suka menerjunkan para peserta pelatihan langsung ke dunia kepenulisan tanpa banyak basa-basi. Targetnya jelas: membuat buku yang akan tembus ke penerbit dalam waktu singkat.  Inilah sepak terjang narasumber hebat malam ini, Prof. Eko Indrajit. Prof. Richardus Eko Indrajit (sumber wikipedia) Narasumber Hebat Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., M.B.A., M.Phil., M.A. (lahir 24 Januari 1969) adalah seorang tokoh pendidikan dan pakar teknologi informatika. Beliau banyak menulis buku serta jurnal yang telah d...

OM JAY DALAM PERSPEKTIF DUA "SI"

Om Jay (Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd.) Pertama kali mengetahui adanya hamba Allah dengan panggilan "Om Jay" adalah dari guru sekaligus sahabat saya Deni Darmawan, seorang dosen yang berkiprah di Universitas Pamulang (UnPam) Banten. Ustadz Deni, demikian saya biasa memanggil beliau, nampaknya sangat terkesan dengan "kehebatan" Om Jay. Pada saat itu, saya belum tahu apa-apa tentang Om Jay, jadi saya merasa biasa saja dengan kesan-kesan Ustadz Deni. Sampai akhirnya saya bisa "menyaksikan" langsung "kehebatan" Om Jay yang sangat berkesan bagi Ustadz Deni. Itu terjadi ketika saya mengikuti Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) angkatan 28 yang diadakan oleh PB PGRI. Ternyata, oh, ternyata: Om Jay adalah founding father  dari kegiatan tersebut! Akhirnya saya bisa merasakan salah satu kehebatan Om Jay: kobaran semangat Om Jay dalam menularkan kegemaran menulis (dan membaca) kepada para peserta. Upaya beliau membakar semangat menulis para peserta ternyata t...

JENDELA: THE POWER OF "PEMBIASAAN"

  Membiasakan Kebiasaan Baru Om Jay menyebutkan mantra ajaibnya adalah: "MENULISLAH SETIAP HARI DAN BUKTIKAN APA YANG TERJADI." Bagi saya, ini adalah ajakan tentang pembiasaan. Membiasakan diri melakukan sesuatu yang baru, yaitu menulis.  Perbendaharaan Lama Pembiasaan memang bukan barang baru. Dalam perbendaharaan lama, kita bisa temukan bahwa para orang tua kita memiliki peribahasa “ Lancar kaji karena diulang, pasar jalan karena diturut ”.  Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) daring, arti dari peribahasa ini adalah kepandaian atau “ kemahiran didapat karena rajin berlatih ”.  Sungguh sangat cocok dengan mantra Om Jay. Membiasakan diri untuk menulis setiap hari akan berakibat bertambahnya kemahiran kita dalam hal tulis-menulis.  Dalam perbendaharaan peribahasa Jawa pun ada yang agak mirip. “ Witing tresno jalaran soko kulino ”, demikian bunyinya. Biasanya peribahasa ini dikaitkan dengan “kawin paksa” yang kerap terjadi dulu. Konon, kebanyakan perkawina...