Oleh: Toto Mulyoto
Resume ke-7
Gelombang: 28
Tanggal: 23 Januari 2023
Tema: Mengatasi Writer's Block
Narasumber: Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr.
Moderator: Raliyanti, S.Sos., M.Pd.
Pembukaan dahsyat diberikan oleh narasumber malam ini. Sebuah pernyataan tentang perlunya kerja keras dan cerdas, komitmen, pembiasaan, ketahanan dan kreativitas sekaligus. Ini yang disampaikan narasumber sebagai pembuka:
Siapa pun yang ingin menjadi penulis andal, maka harus siap dengan prosesnya.
Salah satu ujian dalam proses itu adalah "Writer's Block". Inilah yang menjadi tema ke-7 dalam KBMN Angkatan 28.
Narasumber Hebat
Siapakah narasumber yang menegaskan pernyataan di atas?
Beliau adalah Ditta Widya Utami, S.Pd.Gr. adalah salah satu guru IPA di SMPN 1 Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat yang selain aktif di MGMP, juga aktif di bidang literasi.
Narasumber menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama di Cipendeuy, Subang dan menamatkan SMA di Purwakarta. Pendidikan Strata 1 diperoleh di UPI dengan mengambil jurusan Pendidikan Kimia dan ditamatkan tahun 2012.
Dalam dunia tulis-menulis, narasumber telah banyak menghasilkan karya. Karya yang dikerjakan sendiri ada yang berupa novel ("Precious"), Kumpulan Cerpen ("Lelaki di Ladang Tebu", "Djogja Backpacker" dan "Mengapa Tak Kau Tanyakan Saja"), dan Kumpulan Tulisan ("Membongkar Rahasia Menulis").
Selain itu narasumber telah menghasilkan lebih dari selusin buku karya bersama, diantaranya:
- Jejak Langkah Guru Subang (2019) - kumpulan best practice, MGMP IPA Subang
- Guru di Ladang Ilmu (2019) - kumpulan cerpen karya guru, Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat (KPPJB)
- Sepenggal Kisah di Ruang Cipta Pentigraf (2020) - KPPJB
- Dari Mata Air Hingga Muara (2020) - Literasi Subang Bihari dan Berwibawa (Lisangbihwa)
- Pelangi Jiwa (2020) - kumpulan kisah inspiratif, KPPJB
- Pena Digital Guru Milenial (2020) - kisah para guru blogger, PGRI
- Menyongsong Era Baru Pendidikan (2020) - bersama Prof. Eko Indrajit
- Pola Pembelajaran yang Efektif dari Rumah (2020) - Hasil Lomba Blog Hardiknas (PGRI)
- Sumbu Saihu Lisangbihwa (Jan 2021) - antologi puisi Saihu, Saihula, Saihudan bersama Lisangbihwa
- Dendang Asa Dalam Untaian Kata (Jan 2021) - antologi pentigraf bersama KPPJB Regional Subang
- Meniti Asa : Kumpulan Kisah Awal Menjadi Guru (Feb 2021) - KPPJB
- Kelas Bertembok Pelangi (Agustus 2021) - FIMNesia
- Aku Bangga Jadi Anak Muslim - Jendela Puspita
Kehebatan narasumber yang lain tergambar dari berbagai penghargaan yang pernah diraihnya:
- Peraih Parasamya Susastra Nugraha (100 Guru Penulis Jawa Barat) - 2020
- Peraih Parasamya Suratma Nugraha (Penggerak literasi) - 2020
- Penghargaan dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Disarpus) Kab. Subang sebagai donatur buku - 2020
- Penghargaan Bupati Subang (2020) diusulkan Disdikbud Kab. Subang, diberikan saat HUT PGRI dan Korpri
- Penghargaan Bupati Subang (2021) diusulkan Disarpus Kab. Subang, disampaikan saat HUT Subang ke-73
- Penghargaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang (2021) untuk guru berprestasi disampaikan saat Hardiknas
- Penghargaan Bupati Subang (2022)
Seabreg kegiatan narasumber selain sebagai pengajar, istri dan ibu seorang anak, meliputi keanggotaan di beberapa komunitas, seperti:
- MGMP IPA (Pengurus di Komisariat Kalijati, Subang)
- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
- Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat (KPPJB)
- Literasi Subang Bihari dan Berwibawa (Lisangbihwa)
- Cakrawala Blogger Guru Nasional (Lagerunal)
Narasumber ini memiliki begitu banyak Pengalaman/Aktivitas, diantaranya :
- Pengajar Praktik Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan 6
- Pemateri tentang Pemanfaatan Akun Belajar.id dan PMM di IHT SMPN 1 Cipeundeuy (2022)
- Narasumber Pelatihan Belajar Menulis melalui WA Grup (PGRI)
- Narasumber Belajar Bicara (Webinar APKS PGRI)
- Narasumber GEMA #3 AGUPENA (November, 2022)
- Narasumber di Kelas Pelatihan Kreatif Menulis Agupena Pusat (September, 2021)
- Narasumber di Kelas Menulis Buku Inspirasi, Agupena NTT (September, 2021)
- Narasumber di Kelas Penulis Surabaya (Juli, 2021)
- Narasumber Menulis Bersama Pak Naff, Sumatera (Mei, 2021)
- Membimbing siswa menulis cerpen selama 20 hari hingga lulus ODOP Challenge Lisangbihwa (April, 2021)
- Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Cipeundeuy, Subang pada Pemilu 2019
- Membimbing siswa hingga meraih Juara 1 LKTI tingkat kabupaten yang diadakan oleh Dinas Sosial Kab. Subang tentang HIV/AIDS (Nov, 2018)
Dalam kesibukannya ini, narasumber masih mau menyediakan waktu untuk menjalin pertemanan melalui berbagai platform media yang dimilikinya,
- Email : dittawidyautami@gmail.com
- Blog :
- Blogspot (dittawidyautami.blogspot.com)
- Kompasiana (https://www.kompasiana.com/ditta13718)
- Edublogs (https://jendelaipa.edublogs.org)
- YouTube : ditta widya utami
- Instagram/Twitter : @dittawidyautami
- LinkedIn : Ditta Widya Utami
Dipersilakan merapat untuk memperoleh lebih banyak manfaat dari narasumber.
Pengalaman Hidup
Sebagai pengantar, narasumber mengisahkan pengalaman hidupnya dalam dunia kepenulisan.
Narasumber adalah alumni Gelombang Ke-7 kelas menulis yang kini bernama KBMN. Disinilah narasumber menyampaikan pokok pikirannya, bahwa "Siapa pun yang ingin menjadi penulis andal, maka harus siap dengan prosesnya."
Menurut narasumber, menjadi penulis tidaklah bisa terjadi secara instan. Diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar bisa menjadi Penulis Hebat seperti Om Jay, Bunda Kanjeng, Pak Dail, Bunda Aam, Bu Rali, Mr. Bams, Prof. Eko, dan lainnya.
Narasumber sendiri sudah bersentuhan dengan dunia literasi sejak kecil. Beliau sudah senang membaca buku-buku cerita sejak sebelum SD dan senang menulis sejak di sekolah dasar, meskupun hanya menulis di buku diary.
Di saat SMP, narasumber sudah sering mengirim tulisan ke Majalah Dinding (mading) sekolah dan pernah menulis cerita di buku tulis yang dibaca bergiliran oleh teman-temannya. Sementara itu, atas arahan guru Bahasa Inggris beliau saat itu, tulisan di dalam diary dilakukan dalam bahasa Inggris.
Ketika SMA, narasumber masih tetap menulis diary. Beberapa teman dekat yang membaca diary itu sempat berkomentar bahwa tulisannya sudah seperti novel.
Sebagai anak remaja, banyak emosi yang dituangkan dalam catatan narasumber. Baru belakangan diketahuinyabahwa menulis apa pun yang kita rasakan bisa menjadi self healing yang baik. Bahkan saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi dsb.
Kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, narasumber pernah membuat buku "Petualangan Kimia" bersama rekannya dan diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Alhamdulillah buku tersebut meraih posisi kedua.
Di saat kuliah juga, narasumber menulis proposal bersama teman-teman dan kami berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta. Di tahun 2009-2010 jumlah tersebut tentu sangat besar.
Kevakuman dalam dunia kepenulisan dialami narasumber saat awal masuk dunia kerja karena beliau mengajar di boarding school dengan aktivitas yang padat.
Kevakuman berhenti di awal masa pandemi, saat narasumber mengikuti kelas menulis bersama PGRI dan masuk di angkatan ke-7.
Berawal dari arahan untuk membuat resume dalam kelas menulis terssebut, narasumber kemudian kembali aktif menulis di blog. Narasumber bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Eko Indrajit dan menjadi 1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit di penerbit mayor.
Karena terbiasa menulis juga, narasumber bisa menyelesaikan esai di seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus, bahkan saat ini sedang bertugas kembali di Angkatan 6.
Sampai di sini, narasumber menyatakan bahwa kita yang tergabung dalam grup ini tentu sepakat bahwa menulis memiliki banyak manfaat baik disadari maupun tidak. Juga disadari bahwa alasan seseorang menulis itu bermacam-macam, ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya.
Nah, lalu apa kaitan cerita narasumber dengan writer's block?
Tentang Writer's Block
Pertama-tama, narasumber mengajak untuk menyamakan persepsi bahwa aktivitas menulis itu maknanya luas. Sebagaimana dalam kisah di awal, narasumber menghasilkan berbagai macam tulisan, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis ilmiah, ada cerpen, artikel, resume, dsb. Menulis adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu penulis tak hanya novelis, cerpenis, jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yg tulisannya mengajak orang untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat tulisan profesional di website, ada script writer penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, dll.
Faktanya, penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer's Block. Tak peduli tua atau muda, profesional atau belum, WB bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan. Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya. Karena WB ini bisa menjangkit dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan. Tergantung seberapa cepat kita menyadari dan mengatasinya.
Penyebab-Penyebab Writer's Block
Narasumber menyatakan ada 4 Penyebab WB:
- Mencoba metode/topik baru dalam menulis
- Stress
- Lelah fisik/mental
- Terlalu perfeksionis
Catatan: Mencoba metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat untuk WB.
Contoh ketika mencoba metode/topik baru dalam menulis ternyata menjadi penyebab WB: Ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah terserang WB yang dimulai dengan stres.
Dalam Kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik. Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress.
Setelah stres dan menderita kelelahan fisik/mental, pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk lalu terserang WB. Maka, mencoba hal baru dalam menulis bisa menjadi alternatif solusi, karena mempelajari hal-hal baru yang berbeda dengan sebelumnya pastinya menyenangkan.
Beberapa teman dan narasumber sendiri terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai untuk refreshing dalam rangka mengatasi WB. Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi solusi. Biar bagaimanapun, WB bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata. Dengan membaca, kita bisa menambah kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan insya Allah bisa sekaligus mengatasi WB.
Terakhir yang bisa menyebabkan WB adalah terlalu perfeksionis. Masih ingat kisah narasumber menulis diary berbahasa Inggris yang diceritakan di atas?
Ketika narasumber membuka kembali diary berbahasa Inggris yang ditulis saat duduk di kelas 2 SMP, narasumber tersenyum bahkan tertawa sendiri.
Bagaimana tidak?
Grammarnya saja banyak yang tidak sesuai, tapi narasumber tetap PD menulis tak hanya satu, bahkan ada dua atau tiga diary. Namun, justru banyak menulis itulah salah satu kunci menghadapi WB
Narasumber berandai-andai, bila saat itu terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisannya sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung. Nah, kondisi menulis dimana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dsb ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas.
Narasumber pun bertanya kepada para peserta pelatihan: siapa saja yang masih khawatir tulisannya tidak dibaca orang lain? Khawatir dinyinyir orang? Khawatir dikritik ahli? Khawatir tulisannya tidak bagus? Dan masih banyak kekhawatiran lainnya.
Kepada mereka itu, narasumber mengajak untuk coba menulis bebas agar dapat mengatasi salah satu penyebab WB-nya. "Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?" demikian pertanyaan retoris dari narasumber untuk mengakhiri pemaparan materi pada malam ini.
"..,Aayooo semangattt menulisss ..." demikian ajakan narasumber.
Beberapa Pertanyaan
Dalam kesempatan pelatihan ini, narasumber menyempatkan diri menjawab beberapa pertanyaan melalui WAG. Sebagian pertanyaan lagi, tidak sempat dijawab dan dibahas di grup sehingga dijawab di dalam blog narasumber.
Penanya pertama menanyakan tips menulis dalam bahasa Inggris, sementara jurusan narasumber adalah IPA.
Menjawab pertanyaan ini, narasumber menceritakan sedikit tentang latar belakang kehidupannya dulu. Saat SMP, narasumber dan 3 sahabat lain ikut les privat (Bahasa Inggris), tapi gurunya berbeda dengan guru Bahasa Inggris yang memintanya menulis diary berbahasa Inggris.
Menurut narasumber, dia selalu ingat yang disampaikan oleh gurunya, bahwa belajar bahasa Inggris itu, tak bisa hanya bicara. Perlu dilatih pula kemampuan mendengar dan menulis dalam bahasa Inggris. Sebagaimana Tes TOEFL dan semacamnya, tidak hanya kemampuan reading saja yang dites.
Narasumber kemudian mengungkapan, tipsnya agar bisa menulis dalam bahasa Inggris meskipun jurusannya bukan bahasa Inggris. Tipsnya sederhana: just do it.
Menurutnya, orang Inggris asli pun tidak selalu terpaku pada grammar. Seperti juga ketika kita menulis (dengan bahasa Indonesia) di chat pun, tidak melulu menggunakan SPOK. Yang penting adalah, saat kita bicara/menulis, orang lain bisa memahaminya dan sebaliknya saat mereka bicara/menulis kita bisa memahaminya. "Ini kata master bahasa Inggris saya." demikian ungkap narasumber.
Jadi, menurut narasumber kita harus PD saja. Jika masih ada kekhawatiran, maka bisa dibantu dicek oleh teman atau oleh Mbah Google.
Narasumber menambahkan jawaban dengan membagikan artikel yang ditulisnya setelah mengikuti mengikuti Literasi Digital Sektor Pemerintahan Daerah Jawa Barat Tahun 2022 (BPSDM) Batch 5 bertema Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Pemberdayaan Kapasitas Teknologi Digital Kementerian Kominfo. Ini linknya:
https://www.kompasiana.com/amp/ditta13718/62f536faa51c6f7f06629172/literasi-digital-kemkominfo-bagian-1-literasi-dan-budaya-digital
https://www.kompasiana.com/ditta13718/62f53edba51c6f0496200b63/literasi-digital-kemkominfo-bagian-2-etika-digital
Pertanyaan berikutnya berkenaan dengan cara memulai mengenalkan budaya digital kepada anak SD sementara lingkungan sekolah tersebut kurang mendukung karena level pengetahun orangtua murid sebagian masih rendah.
Menjawab hal ini narasumber mengingat pengalaman rekannya yang merupakan salah satu Guru Penggerak (GP) di Angkatan 3. GP tersebut mengalami hal yang kurang lebih sama.
Menurut narasumber salah satu kuncinya adalah komunikasi. Narasumber menuturkan bahwa GP tersebut menemui tokoh dari kelompok yang anti terhadap sekolah. Tidak sekedar tatap muka di sekolah, GP tersebut bahkan datang langsung ke rumah beliau. Alhamdulillah hasilnya positif, malah tokoh tersebut jadi curhat terkait hal-hal yang membuatnya anti pada sekolah.
Narasumber menambahkan agar melakukannya dengan niat yang baik dan tulus dari hati. Karena apa yang disampaikan dari hati, akan sampai ke hati pula.
Pertanyaan yang lebih up to date pun disampaikan. Penanya meminta nasihat tentang bagaimana cara mengatasi WB saat kita mengikuti 3 pelatihan sekaligus. Rupanya sang penanya sedang mengikuti pelatihan KBMN 28, tapi juga minat dengan tantangan Prof. Ekoji, dan juga program dari Pak Dail. Ketiganya memiliki tenggat sehingga harus diselesaikan dalam waktu singkat.
Menurut narasumber sebetulnya penanya sudah tau jawaban cara mengatasi WB yang berkaitan dengan waktu. Narasumber mengatakan, bila berada dalam posisi penanya, dia akan membuat skala prioritas dan jadwal menulis. "Insya Allah ketiga-tiganya akan bisa dijalani dengan baik asal kita istiqomah dengan jadwal yang telah kita tetapkan." demikian kata narasumber.
Selanjutnya disarankan agar penanya mencari dan mengenali "waktu emas"nya dalam menulis karena tiap orang bisa berbeda. Apakah lebih senang menulis di kala subuh? Sebelum tidur? Saat jeda istirahat? Jika sudah dikenali, narasumber menyarankan agar penanya menulis di waktu terbaik tersebut.
Penanya berikutnya meminta tips dan trik dari narasumber agar bisa menyelesaikan satu persatu karya yang masih menjadi draft di laptop.
Tips dari narasumber adalah agar dicoba buka kembali draft tersebut kemudian dikelompokkan, barangkali malah bisa jadi buku. Menurut narasumber, buku solo pertamanya yang berjudul "Lelaki di Ladang Tebu" juga berasal dari kumpulan draft cerpen di laptop.
Narasumber berpesan agar penanya menguatkan tekad dan mengolah kembali draft tersebut jika bisa sambil membuat daftar isi.
Untuk menguatkan, narasumber meminta penanya memulai dari akhir dengan membayangkan bahwa bukunya sudah jadi, bukan sekedar draft lagi.
Yang terpenting menurut narasumber tentu saja: mulai menulis. Kemudian diingatkan bahwa menulis adalah kata kerja. Artinya harus dilakukan baru ia akan bermakna.
Ada penanya yang rupanya sudah merasakan writer's block ketika tulisannya sedikit yang membaca. Menurutnya, muncul keengganan untuk menulis lagi. Penanya menanyakan apakah yang harus dilakukannya: menulis dengan topik aktual tetapi kurang dikuasai, atau terus menulis tanpa menghiraukan jumlah pembaca?
Narasumber menyampaikan perasaannya. Menurutnya memang menyedihkan ketika sudah menulis dengan kesungguhan hati namun masih sedikit yang membaca. Di titik ini narasumber mengajak kita untuk mempertanyakan apa sebetulnya niat kita dalam menulis?
Jika niat awal memang menulis agar bisa dibaca banyak orang, maka banyak cara yang bisa ditempuh. Tetap konsisten menulis dan berbagi tulisan, atau ikut kelas menulis khusus untuk freelance seperti ghost writer, content writer, dll
Berbeda jika ternyata ada niat lain, misalnya untuk berbagi pengalaman. Maka, jangan jadikan jumlah pembaca sebagai patokan. Karena setiap penulis akan menemukan takdir pada para pembacanya.
Narasumber meyakinkan, bahwa setiap tulisan yang kita buat akan tetap bermanfaat walau hanya untuk satu orang. "Bukankah, satu tulisan yang bermanfaat atau menginspirasi bagi satu orang, akan lebih baik daripada tulisan yang dibaca banyak orang tapi mudah dilupakan?" demikian retorika dari narasumber.
Narasumber merasa yakin bahwa jika kita tetap menulis, maka kelak tulisan kita akan dibaca oleh banyak orang, sebanyak yang kita mau, insya Allah
Pertanyan lain tentag cara untuk menghilangkan rasa keragu-raguan saat menulis, karena ide mandek di tengah jalan.
Untuk mengatasi hal ini, narasumber mengajak untuk menulis dengan teknik free writing alias menulis bebas. Saran narasumber, saat mandek, coba tulis saja: "Sekarang ini saya sedang buntu menulis. Entah mengapa tiba-tiba mandek. Seperti sedang berlari sprint lantas menabrak tembok .... dst."
Atau bisa juga dituliskan: "Jujur, saat ini aku ragu. Ragu jika tulisanku ini seindah pelangi. Seharum mawar. Atau sebaik intan yang akan dipandang banyak orang. Banyak ketakutan yang muncul dalam benakku ... dst"
Jadi, meski mandek, dengan teknik free writing kita masih bisa terus menulis. "Biarkan tangan menulis dan ide muncul belakangan, tak perlu bingung benar salah yang penting menulis." demikian penjelasan narasumber.
Kehebatan narasumber rupanya dirasakan oleh seorang penanya yang menanyakan apakah bisa meraih mimpi seperti narasumber, walau tidak segetol beliau dalam menulis. Narasumber meyakinkan bahwa itu bisa dicapai. "Pasti bisa dooong 😎 yakin." demikian katanya
Pertanyaan berikutnya adalah tentang apa yang paling penting dipersiapkan utk menjadi seorang penulis. Jawaban singkat dari narasumber adalah: "Mental seorang penulis".
Lebih lanjut narasumber menyampaikan link youtubenya yang membahas Mental Seorang Penulis. Berikut ini link nya
https://youtu.be/UkRDLmA4dUY
Pertanyaan selanjutnya datang dari seorang yang mengaku penulis awam dan masih awal meski sudah berusia setengah abad. Yang ditanyakan adalah trik untuk bisa menulis yang bermutu.
Narasumber menyatakan bahwa kisah Bunda Lilis dan Bunda Kanjeng cocok jadi inspirasi nih untuk kasus seperti ini. Sedangkan untuk tipsnya narasumber menyarankan "practice makes perfect" dan perbanyak membaca terkait dengan apa yang akan kita tulis.
Dicontohkannya jika senang menulis puisi, maka selayaknya membaca karya karya sastrawan terkemuka. Bila senang cerpen, maka perlu memperbanyak baca cerpen yang berhasil dimuat di media massa atau karya cerpenis populer.
Membacanya, demikian menurut narasumber, harus seperti makan kacang goreng. Dinikmati, diresapi kata-katanya, kenali diksi yang digunakan, dsb. Bukankah makan kacang goreng lebih nikmat bila perlahan, bukan sekaligus?
Narasumber menambahkan, lain halnya jika ingin menulis karya ilmiah. Tentunya mesti mau membaca jurnal. Narasumber mengatakan pernah membaca tulisan Prof. Ngainun, bahwa jika ingin menulis jurnal, setidaknya kita harus membaca beberapa volume dari jurnal yang kita targetkan.
Narasumber meminta penanya untuk tetap semangat. "Usia bukan halangan bagi seseorang untuk bisa menjadi penulis andal" demikian tambahnya.
Apakah WB termasuk penyakit? Ini pertanyaan berikutnya.
Menurut narasumber, itu istilah beliau saja karena berdasarkan pengalaman bisa datang berulang kali. Dicontohkannya bahwa dia pernah terkena WB karena lelah fisik. Di waktu lain, dia terkena WB karena terlalu perfeksionis.
Dikatakan "penyakit" karena memang jika dibiarkan, dampaknya bisa fatal. Tak produktif lagi.
Pertanyaan terakhir yang dijawab pada kesempatan malam ini adalah tentang apa yang menurut narasumber paling sulit pada saat menulis dan bagaimana mengatasinya ?
Narasumber mengatakan bahwa yang paling sulit saat menulis menurutnya adalah percaya dengan tulisan sendiri. Terkadang kita baru percaya tulisan kita baik, ketika ada orang yang berkomentar baik.
Kita terlalu khawatir dengan penilaian orang lain, padahal sejatinya tak pernah ada manusia yang sempurna. Bahkan menurutnya buku-buku best seller pun ada edisi revisinya
Maka cara mengatasinya menurut narasumber adalah dengan mengingat niat awal kita menulis. Mengingat kembali masa masa dimana kita menikmati proses menulis itu sendiri.
Ditambahkannya pula agar tidak lupa berdoa. Narasumber mengatakan bahwa sebelum menulis di grup ini, dia juga meminta doa pada kedua orang tuanya
Sebagai penutup jawaban-jawabannya dalam sesi di WAG, narasumber mengatakan:
"It doesn't matter how brilliant is your brain. If you do not speak up, it would be zero."
Lalu ditutup ajakan, "Mari, tuangkan dan sampaikan ide ide kita, pemikiran pemikiran kita, perasaan perasaan kita agar menjadi lebih bermakna."
Di bagian akhir acra, Raliyanti sebagai moderator menyampaikan kutipan dari seorang penulis bernama Mark Twain:
"Rahasia untuk maju adalah memulai. Rahasia untuk memulai adalah memecah tugas-tugas rumit Anda yang luar biasa menjadi tugas-tugas kecil yang dapat dikelola, dan kemudian memulai dari yang pertama."
Tto
TERKAIT: PENULIS JANGAN "KENA MENTAL"
Komentar
Posting Komentar