Malam ini narasumber hebat yang menyampaikan materi adalah Miftahul Hadi, S.Pd.Gr. Beliau mengajar di SDN Raji 1 Demak.
Jejak hebat dalam perpantunan bisa dilihat dalam aktivitas internasionalnya sebagai peserta dalam Pertandingan Cerdas Cermat Pantun Kategori Guru/Pendidik dalam Festival Pantun Pendidikan Negeri Serumpun Tahun 2021 dan Juri/Pengadil pada Pertandingan Cerdas Cermat Pantun Pendidikan Guru dan Pelajar Internasional dalam Festival Pantun Pendidikan Negeri Serumpun Tahun 2021.
Karya-karyanya yang sudah diterbitkan antara lain:
Buku Solo: "Menjaga Tradisi Di Masa Pandemi" berisi kumpulan pantun dengan berbagai tema
Buku Antologi: "Rona Ramadhan" antologi pantun bersukaria, "Pantunesia Karakter Bangsa" antologi pantun, "Senandung Desember Berpantun" kumpulan pantun antologi, "Menulis Pantun Itu Mudah" antologi pantun siswa Kelas V SDN Raji 1, Demak, dan "Panduan Belajar Menulis, Writing Is My Passion".
Aktivitas digital beliau bisa diikuti di:
- http://masmifgurukampung.blogspot.com/
- http://masmiftahgurusd.blogspot.com/
KAIDAH PANTUN
Pantun biasanya identik dengan suku bangsa Melayu ataupun Betawi. Namun, tiap daerah di nusantara memiliki pantun.
Di Tapanuli, pantun dikenal dengan istilah ende-ende (Suseno, 2006). Memiliki empat baris dan sering disampaikan saat membuka atau menutup sambutan
Contoh :
Molo mandurung ho dipabu,
Tampul si mardulang-dulang,
Molo malungun ho diahu,
Tatap siru mondang bulan.
Artinya :
Jika tuan mencari paku,
Petiklah daun sidulang-dulang,
Jika tuan rindukan daku,
Pandanglah sang bulan purnama.
Di Sunda, pantun dikenal dengan istilah paparikan (Suseno, 2006).
Contoh :
Sing getol nginum jajamu,
Ambeh jadi kuat urat,
Sing getol neangan ilmu,
Gunana dunya akhirat.
Artinya :
Rajinlah minum jamu,
Agar kuatlah urat,
Rajinlah tuntut ilmu,
Bagi dunia akhirat.
Di Jawa, pantun dikenal dengan istilah parikan (Suseno, 2006)
Contoh :
Kabeh-kabeh gelung konde,
Kang endi kang gelung Jawa,
Kabeh-kabeh ana kang duwe,
Kang endi kang durung ana.
Artinya :
Semua bergelung konde,
Manakah si Gelung Jawa,
Semua sudah ada yang punya,
Siapakah yang belum punya.
Pada hakikatnya, sebagian besar kesusastraan tradisional Indonesia membentuk pondasi dasar pertunjukan genre campuran yang kompleks, seperti "randai" dari Minangkabau wilayah Sumatra Barat, yang mencampur antara seni musik, seni tarian, seni drama, dan seni bela diri dalam perpaduan seremonial yang spektakuler.
Pantun diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis (17/12/2020)
Pantun, apakah itu?
Dari berbagai macam pantun dari tiap daerah, berikut terdapat definisi pantun.
Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019)
Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019)
Pantun adalah termasuk puisi lama yang terdiri dari empat barisatau rangkap. Dua baris pertama disebut "pembayang" atau "sampiran" dan dua baris kedua disebut "maksud" atau "isi" (Yunos, 1966; Bakar, 2020)
Kegunaan Pantun
Kegunaan pantun itu ternyata banyak sekali. Selain untuk (1) komunikasi sehari-hari pada zaman dahulu, Pantun bisa juga digunakan untuk (2) mengawali sambutan pidato . Bisa juga untuk (3) lirik lagu, (4) perkenalan, ataupun (5) dakwah bisa juga disisipi pantun. Selain itu Pantun juga (6) melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar.
Kaidah Pantun
Yang wajib adalah: Satu bait pantun terdiri atas empat baris.
Satu baris itu idealnya terdiri atas empat sampai lima kata. Tiap baris terdiri dari delapan sampai dua belas suku kata. Baris pertama dan kedua disebut sampiran. Baris ketiga dan keempat disebut isi
Pantun yang baik, memiliki sajak a-b-a-b. Cara menentukan persajakan, bisa kita lihat Rima (bunyi akhir) tiap baris. Pantun boleh menggunakan sajak a-a-a-a, namun akan mengurangi keindahan pantun itu sendiri.
Pantun, Syair, Gurindam dan Karmina
Ciri-ciri Pantun sudah dijelaskan di atas.
Syair, hampir sama seperti pantun. Terdiri atas empat baris. Memiliki sajak a-a-a-a. Baris satu sampai empat memiliki hubungan/saling berkaitan
Contoh:
Inilah kisah bermula kawan
Tentang negeri elok rupawan
Menjadi rebutan haparan jajahan
Hidup mati pahlawan memperjuangkan
Engkau telah mafhum kawan
Penggenggam bambu runcing ditangan
Pemeluk tetes darah penghabisan
Syahdan, Tuhan karuniai kemerdekaan.
Gurindam hanya terdiri atas dua baris. Memiliki sajak a-a. Baris pertama dan kedua saling berhubungan. Gurindam itu singkat-padat-bermakna.
Contoh gurindam :
Jika rajin salat sedekah,
Allah akan tambahkan berkah.
Karangan gurindam yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas, karya Raja Ali Haji.
Karmina, terdiri atas dua baris. Baris pertama dan kedua tidak ada hubungannya.
Contoh:
Sudah gaharu cendana pula
Sudahlah tahu bertanya juga
Kiat mudah membuat pantun
Membuat pantun itu mudah
Trik pertama
Carilah kata yang memiliki bunyi akhir sama. Minimal dua huruf .
Misalnya kata "belajar". cari kata lain yang bunyi akhirnya Ar, Jar
kejar, pijar, fajar, ganjar, panjar, sejajar, hajar, jajar, mahar, pintar, sebar, tebar, lebar,
Semakin banyak memiliki perbendaharaan kata dengan bunyi akhir sama, maka akan semakin memudahkan dalam membuat pantun.
Trik kedua, pahami ciri-ciri pantun yang sudah dijelaskan di atas.
Trik ketiga
Jika membuat pantun, susunlah baris ketiga dan keempat terlebih dahulu. Baru yang terakhir, susun baris pertama dan kedua. Jadi, isinya dulu baru sampiran
Macam-macam persajakan
Terkait persajakan / Rima dalam pantun
1. Rima akhir
Pohon nangka dililit benalu,
Benalu runtuhkan batu bata,
Mari kita waspada selalu,
Virus corona di sekitar kita
Bena lu
Ba ta
Sela lu
Ki ta
Ini yang disebut Rima akhir. Hanya akhir baris yang sama bunyinya. Ini tingkatan pantun yang paling mudah.
2. Rima tengah dan akhir
Susun sejajar bungalah bakung,
Terbang menepi si burung elang,
Merdeka belajar marilah dukung,
Wujud mimpi Indonesia cemerlang.
Lihat kata kedua dan kata terakhir.
Baris pertama dan ketiga
Seja jar dan ba kung
Bela jar dan du kung
Baris kedua dan keempat
Mene pi dan e lang
Mim pi dan cemer lang
Ini tingkatan yang mudah, jika dilatih terus menerus.
3. Rima awal, tengah dan akhir
Jangan dipetik si daun sirih,
Jika tidak dengan gagangnya,
Jangan diusik orang berkasih,
Jika tidak dengan sayangnya.
Ini persajakan yang ketiga. Rima awal, tengah dan akhir.
Baris pertama dan ketiga
Ja ngan dipe tik si daun si rih,
Ja ngan diu sik orang berka sih,
Baris kedua dan keempat
Ji ka ti dak dengan gagang nya,
Ji ka ti dak dengan sayang nya.
Ini tingkatan yang agak sulit
4. Rima lengkap
Bagai patah tak tumbuh lagi,
Rebah sudah selasih di taman,
Bagai sudah tak suluh lagi,
Patah sudah kasih idaman.
Persajakan yang terakhir. Semua kata tiap baris memiliki bunyi yang sama
Baris pertama dan ketiga
Ba gai pat ah tak tumb uh la gi,
Ba gai sud ah tak sul uh la gi,
Baris kedua dan keempat
Reb ah su dah sela sih di ta man,
Pat ah su dah ka sih ida man.
PERHATIAN:
Dalam menulis pantun, usahakan hindari penggunaan nama orang dan nama merk dagang.
T: Tolong dijelaskan jenis-jenis pantun itu apa saja dan beserta contohnya?
J: Jenis-jenis pantun yang umum diketahui antara lain
1. Pantun nasihat : pantun yang isinya (baris ketiga dan keempat) adalah nasihat kebaikan.
Contoh :
Tegak berdiri si batang Suji,
Tanam di samping Petai Cina,
Sejak kecil rajin mengaji,
Sudah besar tentu berguna.
2. Pantun jenaka : pantun yang berisi hal-hal lucu
Contoh :
Ikan gabus ada di rawa,
Ikan lele ada di kali,
Nenek menangis sambil tertawa,
Melihat kakek main lompat tali.
T: Untuk menjadi buku itu minimal berapa buah pantun??
J: Buku solo pantun milik narasumber berisi 400an pantun dengan tebal 170 halaman
T: Ada artis yang mengatakan "masak air biar mateng... " Tapi pada ujungnya jadi membully. Apakah ini termasuk pantun?
J: Kalimat 'masak air biar matang...", itu sebagai ciri khas bahwa beliau akan menyampaikan pantun. Terkait pantun yang disampaikan sang artis, itu termasuk pantun jenaka namun bergeser ke arah pembulyan. Sebaiknya pantun seperti itu tidak kita ajarkan ke murid. Ini kembali lagi ke fungsi pantun, yaitu sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berpikir.
T: Patokan rima pada pantun itu bunyi akhir atau suku kata, bagaimana dengan kata "jean" dan "izin", apakah bisa disebut berima sama?
J: Kata "Jean" (dibaca "jin") dengan kata "izin" memiliki bunyi akhir yang sama. Namun alangkah lebih baiknya, cari juga yang tulisannya sama, semisal untuk "Jean" adalah "rajin", "tajin"; Untuk "izin" misalnya "faizin",
T: Apa perbedaan pantun dan puisi?
J: Hal yang mendasar: Pantun terikat jumlah baris, sedangkan puisi jumlah barisnya bebas. Sedangkan sajak adalah puisi Melayu modern yang berbentuk bebas dan tidak terikat jumlah baris.
Dalam membacakan pantun boleh saja diiringi musik. Sekaran ini banyak sekali event perlombaan dendang pantun.
T: Bagaimana cara membalas pantun?
J: lihat baris kedua dan keempat
dari pantun yang diberikan, jadikan baris pertama dan ketiga pantun balasan
kita. Selanjutnya ikuti ciri-ciri pantun sebagaimana disebutkan di atas.
T: Mengapa harus mengajarkan pantun
kepada generasi (penerus) bangsa?
J: Orang luar / Bangsa lain yang
memiliki budaya pantun seperti Malaysia dan Brunei tidak mengetahui bahwa di
Indonesia ada suku bangsa Melayu yang juga memiliki budaya pantun. Oleh
karenanya perlu diajarkan pantun kepada para pelajar di Indonesia agar bisa
membuat pantun yang baik.
T: Bagaimana memotivasi murid agar
bisa menulis pantun dengan benar?
J: Berdasarkan pengalaman, (1) Ajari
Cara Mudah Membuat Pantun, (2) Beri tantangan membuat pantun dengan clue,
berupa gambar atau kata, hasil pantun dikumpulkan dan diterbitkan berupa buku.
T: Bisakah dalam Blog, Pantun
dikombinasikan dengan narasi?
J: Bisa.Misalnya sebagai pembuka
atau penutup di Blog
T: Bagaimana menentukan dan memilih
diksi yang baik pada pantun agar enak dibaca?
J: Sebagaimana dilatih, cari kata
yang memiliki suku kata akhir (minimal dua huruf) yang sama. (mis Buku, saku)
T: Jika membuat Antologi Pantun dengan
satu tema, apakah perlu dibuat judul lagi di masing-masing pantun?
J: Biasanya masing-masing tidak
perlu dibuat judul lagi. Namun tidak dilarang untuk memberi judul pada pantun
masing-masing peserta.
T: “Tak terasa sudah pertemuan ke-13”
boleh dijadikan bait dalam pantun, kah?
J: Ini sudah lebih dari dua belas
suku kata. Jangan melebihi.
T: Bisakah menerbitkan pantun rohani?
J: Bisa!
T: Apakah pantun adalah asli kebudayaan
Nusantara?
J: Pantun berasal dari kebudayaan
melayu di kepulauan Riau.
T: Apakah ada keharusan antara bait
A dan B pertama, dengan bait A dan B kedua, dari sisi isi?
J: Yang dimaksud hanya “bunyi akhirnya”
/ rima. Dalam pantun harus a-b-a-b. Bukan berhubungan dengan “isi”nya. Juga
bahwa baris pertama dan kedua hanyalah sebagai pengantar. Isi atau maksud
pantun ada di baris ketiga dan keempat. Ini adalah kaidah sampiran dan isi.
INGATLAH:
Pantun: Mudah tapi sulit. Sulit tapi
mudah.
Tetap berkarya, berdedikasi dan
menginspirasi!
MasyaAllah, resume yang luar biasa.
BalasHapusSemangat berkarya, berdedikasi, menginspirasi.
Alhamdulillah. Terimakasih, Mas Mif. Mohon bimbingannya selalu.
BalasHapus